Fikih Islam telah mencakup seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya. Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua yang dihadapi kehidupan manusia dari fenomena dan permasalahan tersebut di atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Selanjutnya, mereka menjelaskan hukum-hukum permasalahan tersebut, kemudian membukukannya dan mengamalkannya. Bahkan sebagian ahli fikih telah membahas permasalahan yang belum terjadi di zamannya dan ternyata dapat dimanfaatkan pada masa-masa setelah mereka, ketika lemahnya negara islam dan kaum muslimin dalam seluruh urusannya, termasuk juga masalah fikih seperti di zaman kiwari ini.
Berangkat dari sini, sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang akan menjalani amalan untuk memiliki dan mengenal hukum-hukum syariat Islam yang berkaitan dengan amalan tersebut. Kita semua tidak dapat lepas dari pengelolaan dan penggunaan harta dalam kehidupan sehari-hari. Pertukaran barang, uang, dan jasa menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan ini.
Di samping itu, menuntut ilmu syar’i merupakan satu ibadah besar bila disertai niat yang ikhlas dan pengamalan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang berjalan menempuh satu perjalanan mencari ilmu, niscaya Alah akan membukakan jalan menuju surga baginya. Sungguh, malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena ridha pada penuntut ilmu, dan seorang alim (yang berilmu) akan dimintai ampunan oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan-ikan di air. Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang sempurna.” (Hr. Tirmidzi)
Fikih Islam merupakan satu medan ilmu syar’i yang terpenting dan menjadi buah seluruh ilmu syariat, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Ibnul Jauzi,
“Dalil terbesar tentang keutamaan sesuatu adalah melihat kepada hasilnya. Barangsiapa yang meneliti hasil fikih maka akan mengetahui bahwa ilmu fikih adalah ilmu yang terpenting.”
Fikih memiiliki kedudukan yang mulia. Para ulama pun bersemangat dalam mempelajari fikih dan membukukan permasalahan-permasalahannya, hingga akhirnya mereka meletakkan dasar dan kaidah dalam semua bidang ilmu fikih, khususnya fikih muamalah yang demikian luasnya. Dengan bekal tersebut, kaidah dasar yang ditulis dan dibakukan para ulama ini kita dapat mengetahui dan memahami banyak sekali permasalahan yang bersinggungan langsung dan tidak langsung dalam kehidupan kita. Penulis memohon petunjuk dan bantuan dari Allah dan berharap dapat memberikan manfaat serta faidah untuk diri penulis sendiri khususnya dan para ikhwan yang membaca dan mendengarkan kajian ini. Berdasarkan hal itu, maka penulis menuliskan delapan kaidah dasar dalam fikih ekonomi Islam.
Mudah-mudahan harapan tersebut dapat dikabulkan Allah dan terwujud dalam bentuk yang nyata.
Wabillahit Taufik.
Urgensi Mengenal Fikih Muamalah Maliyah
Muamalah maliyah adalah medan hidup yang sudah tersentuh oleh tangan-tangan manusia sejak zaman klasik, bahkan zaman purbakala. Setiap orang membutuhkan harta yang ada di tangan orang lain. Hal ini membuat manusia berusaha membuat beragam cara pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan tukar menukar barang yang disebut barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual-beli yang kompleks dan multidimensional. Perkembangan itu terjadi karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam-macam, dengan tingkat pendidikan dan pemahaman yang tidak sama. Baik itu pihak pembeli atau penyewa, penjual atau pemberi sewa, yang berutang dan berpiutang, pemberi hadiah atau yang diberi, saksi, sekretaris atau juru tulis, hingga calo atau broker. Semuanya menjadi majemuk dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang sosial dan pendidikan yang variatif. Selain itu, transaksi muamalah maliyah juga semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Sarana atau media dan fasilitator dalam melakukan transaksi juga kian hari kian canggih. Sementara komoditi yang diikat dalam satu transaksi juga semakin bercorak-ragam, mengikuti kebutuhan umat manusia yang semakin konsumtif dan semakin terikat tuntutan zaman yang juga kian berkembang.
Oleh sebab itu, urgensi muamalah maliyah yang sangat erat dengan perekonomian Islam ini akan tampak bila kita melihat salah satu bagiannya, yaitu dunia bisnis perniagaan dan khususnya level menengah ke atas. Seorang yang memasuki dunia perbisnisan ini membutuhkan kepekaan yang tinggi, feeling yang kuat dan keterampilan yang matang serta pengetahuan yang komplit terhadap berbagai epistimologi terkait, seperti ilmu manajemen, akuntansi, perdagangan, bahkan perbankan dan sejenisnya. Atau berbagai ilmu yang secara tidak langsung juga dibutuhkan dalam dunia perniagaan modern, seperti komunikasi, informatika, operasi komputer, dan lain-lain. Itu dalam standar kebutuhan businessman (orang yang berwirausaha) secara umum.
Bagi seorang muslim, dibutuhkan syarat dan prasyarat yang lebih banyak untuk menjadi wirausahawan dan pengelola modal yang berhasil, karena seorang muslim selalu terikat-–selain dengan kode etik ilmu perdagangan secara umum–dengan aturan dan syariat Islam dengan hukum-hukumnya yang komprehensif. Oleh sebab itu, tidak selayaknya seorang muslim memasuki dunia bisnis dengan pengetahuan kosong terhadap ajaran syariat, dalam soal jual-beli misalnya. Yang demikian itu merupakan sasaran empuk ambisi setan pada diri manusia untuk menjerumuskan seorang muslim dalam kehinaan.
Demikian pentingnya permasalahan ini, sehingga kita semua harus bersabar dan meluangkan waktu mempelajari dasar-dasar muamalah maliyah dan berbagai jenisnya. Mudah-mudahan dengan izin dan taufik dari Allah ‘Azza wa Jalla kita dapat mengenal dan mengetahui hukum-hukum yang ada seputar aktivitas muamalah maliyah tersebut melalui kaidah dasar yang telah ditetapkan para ulama. Untuk itulah diperlukan pengetahuan dasar tentang definisi muamalah maliyah.
http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/kaidah-dasar-memahami-fikih-muamalah-maliyah-fikih-ekonomi-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar