Senin, 14 Maret 2011

I'M SORRY TO SAY GOOD BYE

Hampir semua orang membutuhkan jasa perbankan di zaman modern seperti sekarang ini. Kita memerlukan jasa transfer dari bank untuk menerima uang saku bulanan. Kita menyimpan kelebihan uang kita dengan menabung di bank. Kita membutuhkan dana kredit dari bank. Dan memang banklah institusi yang dipercaya masyarakat untuk menghimpun dana dari masyarakat, lalu menyalurkannya pula.

Permasalahan timbul ketika bank menerapkan sistem bunga  (riba) yang jelas termasuk  dosa besar bagi umat muslim. Alloh berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu…” (Al Baqarah 278-279).

Bahkan riba juga termasuk dalam tujuh dosa besar yang dijelaskan oleh Rasululloh Shalalllohu ‘alaihi wasallam. (Lihat hadist riwayat Bukhori (2766, 5764) dan Muslim (89) dari Abu Hurairah). Beliau juga bersabda, “Apabila telah tampak perzinaan dan riba di suatu negeri, maka mereka berarti telah menghalalkan azab untuk diri mereka.” (HR Ath Thabrani dan Al Hakim).
Dalil-dalil di atas menunjukkan segala praktek pembungaan adalah haram, baik yang dilakukan oleh individu, bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, maupun lembaga keuangan lainnya. (Lihat  Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004).

Terkadang orang berkata, “Ah saya kan nggak ngambil bunganya.” Benar Anda tidak mengambil bunganya, tetapi ketika kita terlibat di dalamnya berarti kita telah tolong-menolong dalam perbuatan dosa. Lalu apakah berarti kita sama sekali tidak boleh bermuamalah dengan bank sistem ribawi (konvensional)? Sebenarnya tidak semua produk bank konvensional, seperti jasa transfer dan jasa penitipan di safe deposit, adalah haram. Namun, seiring dengan keberadaan bank syariah yang juga memiliki fasilitas seperti bank konvensional, sudah semestinya kita beralih ke bank syariah. Apalagi sekarang bank maupun lembaga keuangan syariah lainnya semakin banyak tersebar dan mudah dijangkau. Hal ini membuat alasan darurat tidak berlaku lagi.

Masalah kemudian muncul ketika segelintir orang berkata, “Bank syariah sama saja dengan bank konvensional, Cuma ganti label.” Kita katakan, bank syariah beroperasi di atas prinsip syariah yang tentu saja sangat berbeda dengan prinsip bunga ala bank konvensional. Memang benar sebagian besar karyawannya berasal dari bank konvensional. Namun, hal ini sebenarnya tidak masalah. Yang terpenting adalah pengelolaannya, bukan perorangan pengelolanya. Kemudian ada pula yang berkata, “Uangnya bercampur dengan bank konvensional.” Secara fisik memang uangnya bercampur. Namun, fisik uang tidak mempengaruhi halal-haramnya uang itu. Yang mempengaruhi adalah cara mendapatkan uang itu. Secara akuntansi pun sistem yang digunakan juga berbeda. Bank konvensional menggunakan PSAK 31, sementara bank syariah menggunakan PSAK 101-106.

Lalu, alasan apalagi yang membuat kita tetap kukuh di bank konvensional? Semua aturan telah jelas. Tinggal mana yang kita pilih, yang haram atau yang halal.

Referensi
Al-Jambi, Abu Muhammad Dwiono Koesen. 2009. Selamat Tinggal Bank Konvensional (Haramnya Bank Konvensional dan Halalnya Bank Syariah). Jakarta: Tifa Publising House
Hosen, Nadratuzzaman dkk.2008. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta: Pusat Komunikasi  Ekonomi Syariah.
Adz Dzahabi. Dosa-Dosa Besar (terj. Al Kabaair). 2007. Solo: Pustaka Arofah.
Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indoneia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar