Rabu, 11 November 2009

DILEMA SIMALAKAMA (3)

K: “Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan satu sifat dari sifat-sifat hizbullah, yaitu menjaga dan menyerukan persatuan Islam. Tolong Bapak sebutkan sifat-sifat yang lain!”

S: “Mereka itu sesuai firman Allah: Asidda'u 'alal kuffar, ruhama'u bainahum (keras terhadap orang kafir, berkasih sayang sesama mereka).”

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…..” (Q.S. Al Fath 48)

K: “Tolong Bapak sebutkan ciri hizbullah yang lain!”

S: “Mereka menyerukan agar kaum wanita muslimah kembali ke rumah untuk mendidik generasi muda Islam, sebagai kewajiban yang telah lama ditinggalkan atau sengaja dilupakan, yaitu perintah Allah 'azza wajalla: "Wa qorna fii buyuutikunna!"-dan hendaklah kamu tetap di rumahmu- (Al Ahzab : 33). Namun Ananda, diantara mereka justru ada yang menjadi anggota parlemen, bercampur dengan laki-laki dan orang-orang kafir.”
K: “Tolong sebutkan satu lagi saja sifat yang lain!”

S: “Wahai Ananda, mereka itu selalu memperjuangkan Hak Asasi Allah (HAA)*.”

*Lihat “Hak-Hak yang Sesuai dengan Fitroh dan Dikuatkan oleh Syari’at karya Syeikh Muhammad Shalih al-Utsaimin rohimahulloh

K: “Setahu saya, semua partai Islam tentu memperjuangkan Hak Hak Allah, walaupun istilahnya tidak setenar mereka memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana tanggapan Bapak?”

S: “Itulah demokrasi. Inti dari konsep demokrasi adalah adanya hak individu, yaitu hak asasi manusia (HAM). Yaitu bahwa setiap orang, baik itu sholeh maupun jahat, mempunyai hak asasi yang harus dihormati. Setiap orang boleh mengeluarkan pendapat yang harus dihargai.“

K: “Bukankah itu suatu konsep yang sangat baik?”

S: “Adakah padanya kebaikan, sementara konsep "hak asasi" mengatakan: segala
perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu, selama perbuatan itu tidak mengggangu orang lain, tidak merugikan orang lain, tidak melanggar hak orang lain, maka itu adalah hak asasi dia yang harus didengar, dihargai dan dilindungi.“

K: “Saya belum memahami maksudnya, tolong dijelaskan lagi.”

S: “Di dalam negara demokrasi, apabila ada satu atau dua orang saja yang mempunyai pendapat, misalnya kita contohkan saja perkawinan sejenis (gay/lesbi), maka kedua orang tersebut berhak untuk turun ke jalan berdemonstrasi, menulis di media massa mendakwahkan idenya, membentuk organisasi, berbicara di depan parlemen untuk menuntut haknya, serta berhak untuk dilindungi hak asasinya tersebut.”

K: “Saya akan menentang kedua orang tersebut, karena homoseksual tidak bisa diterima oleh Islam.”

S: “Lho, Ananda kan selalu berkata agar menghargai pendapat orang lain, maka Ananda harus konsisten, sesuai prinsip demokrasi.”

K: “Baiklah, adakah contoh kongkrit yang lain?”

S: “Ketika para agamawan, baik dari Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain menentang perbuatan seks di luar nikah seperti WTS, maka ada orang-orang yang mengaku dirinya nasionalis, aktifis HAM berkata membela: ‘Mereka itu mempunyai hak untuk makan, untuk hidup, untuk membiayai anak-anaknya yang lapar. Maka di saat mereka tidak memiliki keahlian untuk bekerja kecuali dengan menjual tubuhnya, maka kita harus memberikan kesempatan itu, memberikan haknya untuk hidup, selama di dalamnya ada rasa suka sama suka, saling menguntungkan dan tidak merugikan orang lain. Maka membunuh hak mereka, sama dengan membunuh anak-anaknya yang lapar.’ Begitu juga dengan istilah WTS yang cenderung menghinakan mereka, istilah itu harus diganti dengan yang lebih manusiawi seperti Pekerja Seks Komersial (PSK). Demi keagungan prinsip demokrasi, Anda harus menghargai hak-hak mereka!"

K: “Tolong sebutkan satu saja contoh kongkrit yang lain?”

S: “Berjemur tanpa selembarpun busana di taman-taman kota di Jerman, masih dilarang oleh undang-undang dan ada padanya hukuman denda. Namun apa yang terjadi saat ini, ketika polisi mendatangi mereka dan mengingatkan akan peraturan ini, mereka mengatakan: ‘Ini adalah hak asasi saya, ada apa dengan Anda? Apakah saya mengganggu hak orang lain?’"

K: “Wah, sangat tidak bisa dibayangkan ya Pak. Bagaimana kalau setiap orang jahat di Indonesia turun ke jalan lalu berkata: ‘Saya menuntut hak saya untuk bisa berbuat ini dan itu.’”

S: “Singkatnya, ketika ada orang baik yang memperjuangkan suatu kebenaran, lalu ada orang jahat yang berkata: ‘Saya ingin melakukan yang berlawan dengan Anda, dan ini adalah hak asasi saya, pendapat saya’, maka Ananda harus menghargainya, atas nama demokrasi”.

K: “Pak Sholeh, tadi Bapak telah menjelaskan salah satu konsep demokrasi yaitu kebebasan berpendapat dan HAM. Lalu adakah konsep demokrasi lain yang janggal?”

S: “Di dalam memilih seorang pemimpin, katakanlah presiden, maka seorang da'i
kondang sekelas Zainuddin MZ akan memiliki suara yang sama nilainya dengan
seorang pelacur, perampok, koruptur yang sedang dipenjara, bahkan orang kafir, yaitu SATU suara. Jadi inti konsep demokrasi yang kedua adalah menang-menangan suara.”

K: “Lalu, apa kejanggalannya?”

S: “Konsep itu tentu akan membuat Al-haq tidak akan pernah menang, bahkan mustahil untuk menang.”

K: “Tidak akan pernah menang? Bukannya kita dapat bertarung dalam pemilu?”

S: “Bagaimana Ananda akan bertarung, sementara Rasulullah telah mengabarkan tentang kekalahan itu.”

K: “Maksud Bapak?”

S: “Beliau mengabarkan bahwa jumlah orang-orang baik di akhir zaman itu cuma sedikit dan terasing (ghuroba'). Walaupun dalam hadits lain beliau mengabarkan bahwa jumlah orang Islam itu banyak, tapi mereka itu seperti buih, mereka itu asing dari agamanya, asing dari kebenaran. Yang benar menurut mereka asing, yang bathil menurut mereka benar. Bagaimana Ananda bisa menang, sementara orang yang tidak suka pada kebenaran itu lebih banyak, bahkan mereka dari kalangan umat Islam sendiri...”
"Sesungguhnya Kami benar-benar telah membawa kebenaran kepada kamu tetapi kebanyakan di antara kamu benci pada kebenaran itu." (Az Zukhruf : 78)

"Sesungguhnya Islam pada permulaannya adalah asing dan akan kembali menjadi asing seperti pada permulaannya. Maka keuntungan besar bagi orang-orang yang asing." (HR. Muslim)

K: “Bagaimana dengan berusaha sekuat tenaga, kampanye yang tiada henti, menggunakan seluruh fasilitas dakwah, tv, koran dan sebagainya?”

S: “Adakah kabar dari Rasulullah itu bisa berubah?”

K: “Kalau begitu, selain demokrasi, adakah cara dakwah lain yang bisa membuat jumlah orang baik sebanding atau mengalahkan jumlah orang jahat?”

S: “Tidak ada satupun cara dakwah yang dapat menyeimbangkan angka tersebut, karena itu merupakan kabar dari Rasulullah. Di akhir zaman, orang-orang baik akan tetap sangat-sangat sedikit jumlahnya.”

K: “Lalu, buat apa kita berdakwah?”

S: “Kalau tujuannya untuk menang-menangan suara, maka kita tidak usah berdakwah, karena sudah pasti kita tidak akan pernah menang.”

K: “Lalu, dengan cara apa Umat Islam akan menang?”

S: “Yang jelas Ananda, bukan dengan meningkatnya jumlah orang baik dari orang jahat. Saya tidak pernah mendengar kabar seperti itu. Justru semakin menuju akhir zaman, orang-orang akan semakin rusak, biduanita dan minuman keras makin merajalela, mereka meminta menghalalkan segala sesuatu yang haram, termasuk alat-alat musik (lihat hadits Bukhari).”

“Akan ada suatu kaum dari umatku menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik"


K: “Jadi Pak, kalau bukan dengan jumlah, dengan apa Umat Islam bisa menang?”

S: “Itulah Ananda. Di sini ada suatu hikmah yang sangat agung. Suatu hikmah yang hampir tidak pernah disadari oleh setiap muslim. Kemenangan akhir zaman itu suatu ketetapan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah. Namun di sisi lain, beliau pun mengabarkan akan keterasingan dan sedikitnya jumlah orang-orang baik (benar) pada waktu itu. Dengan sedikitnya jumlah, berarti demokrasi tidak akan bisa mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki. Saya sangat berharap, bahwa kemenangan itu adalah kemenangan Al-Badr, yaitu kemenangan seperti pada perang Badr. Kemenangan yang gemilang, walaupun jumlah orang baik pada waktu itu cuma sedikit.”

K: “Kapankah sebetulnya kemenangan hakiki itu akan datang Pak?”

S: “Yaitu pada masa munculnya Al-Imam Mahdi, pada masa turunnya kembali
Nabiullah 'Isa 'alahissalam.”

K: “Lho, berarti kemenangan yang hakiki itu akan datang di akhir zaman, tidakkah ada kemenangan sebelum itu?”

S: “Wallahu'alam. Dari beberapa dalil yang ada, sebagian orang berusaha menyimpulkan bahwa setelah tumbangnya Kekhalifahan Turki Utsmani, maka umat Islam akan mengalami suatu masa, dimana tidak akan ada lagi kekhalifahan yang sifatnya menyeluruh (mendunia). Umat Islam akan berada dalam perpecahan, kebodohan yang sangat, penindasan, banyak ulama-ulama su' yang mengajak ke lembah Jahannam, digerogoti kaum kafir, dsb. Baru setelah itu akan datang kemenangan ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi yang akan berkuasa selama sekitar 40 tahun. Ternyata kemenangan itu pun cuma sesaat. Cuma 40 tahun saja. Makanya yang paling penting adalah bukan kemenangannya itu sendiri, melainkan bagaimana kita menunaikan jalan menuju kemenangan itu sesuai dengan tuntutan Rasulullah serta tidak mengorbankan aqidah.”

K: “Jadi tidak ada kabar bahwa diantara masa itu akan ada suatu daulah atau kekhalifahan yang berhasil diperjuangkan baik dengan cara demokrasi atau cara-cara lainnya?”

S: “Hanya itu kabar tentang Kemenangan Umat Islam di akhir zaman sejauh yang saya ketahui dari dalil-dalil yang ada. Yaitu kemenangan hakiki yang ditandai dengan berdirinya kekhalifahan Al-Mahdi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar