Jumat, 13 November 2009

DILEMA SIMALAKAMA (6)

S: “Baiklah, tadi Ananda sebut-sebut tentang menyelamatkan kaum muslimin. Sekarang saya mau bertanya, siapa sebenarnya yang harus Ananda selamatkan di antara kaum muslimin itu?”

K: “Tentunya yang paling penting adalah saya sendiri. Kemudian keluarga saya serta kaum muslimin seluruhnya. Kira-kira begitulah kalau saya urutkan menurut
skala prioritas.”

S: “Baiklah. Lalu, apa sih sebenarnya yang harus diselamatkan dari diri Ananda,
keluarga Ananda, dan kaum muslimin tadi.”

K: “Agar tidak jatuh pada kesyirikan baik besar maupun kecil. Itu yang paling utama, karena itulah inti dakwah para Nabi. Hal itu menjadi yang paling utama, karena itu adalah masalah surga dan neraka. Allah telah berfirman: 

‘Allah tidak mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.’ (An Nisa’ : 48)."

S: “Baiklah. Setelah masalah syrik (tauhid), kira-kira prioritas apalagi yang harus Ananda selamatkan dari kaum muslimin?”

K: “Kalau masalah surga dan neraka sudah terselamatkan, maka saya akan berusaha agar ibadah saya, keluarga saya dan kaum muslimin diterima oleh Allah. Adapun kuncinya cuma ada dua, yaitu ikhlash dan ittiba' dengan menyempurnakan ibadah sesuai tuntunan Rasulullah.”

S: “Baiklah. Tadi saya telah jelaskan sebuah "realita" yang sedang dihadapi oleh Umat Islam, yaitu bahwa Umat Islam terpaksa harus memilih sistem demokrasi. Sekarang Ananda akan saya bawa kepada realita yang kedua.”

K: “Realita apa itu Pak?”

S: “Ananda telah katakan bahwa prioritas utama dalam menyelamatkan Ananda sendiri, keluarga dan kaum muslimin seluruhnya adalah menjauhkan syirik (menjelaskan tauhid). Kira-kira langkah apa yang akan Ananda tempuh untuk menyampaikan hal itu kepada umat Islam Indonesia yang kebanyakan masih suka tahayyul, penuh dengan khurofat, suka berkunjung ke makam-makam keramat untuk berdoa, jimat, jampi-jampi, perdukunan, mistik, dsb?”

K: Tentu saya akan menyampaikannya di manapun kesempatan itu datang pada saya, insya Allah.

S: “Apabila kesempatan itu ada di depan parlemen, anggap saja Ananda memilih jalan itu, apakah Ananda juga akan menyampaikannya? Mengusulkan kepada parlemen agar segera membuat aturan untuk melarang tour/ziarah ke kuburan-kuburan dan menutup pintu-pintu kemusyrikan?”

K: “Mmmmm...”

S: “Baiklah. Nampaknya ada yang sedang Ananda pertimbangkan kalau Ananda harus menyampaikan hal itu di depan parlemen. Kalau begitu, bagaimana kalau kita turun ke jalan saja berdemonstrasi?”

K: “Mmmmm...Rasanya juga tidak mungkin Pak, karena hal itu justru akan memecahbelah kaum muslimin dan membenci partai saya.”

S: “Kalau begitu Ananda tidak konsisten. Bukankah tadi Ananda katakan bahwa hal itu merupakan masalah surga dan neraka bagi umat? Masalah yang menjadi
prioritas pertama yang harus Ananda selamatkan dari umat? Dimanakah konsistensi Ananda?”

K: “Bapak benar.”

S: “Selanjutnya Ananda katakan bahwa prioritas yang kedua yang harus diselamatkan dari umat adalah ibadah yang diterima oleh Allah dengan dua kuncinya yaitu ikhlash dan ittiba'. Ananda sudah tahu bahwa Umat Islam ini telah berpecah belah dan banyak penyimpangan dalam peribadahan mereka. Ada yang sholat di kuburan, ada yang tahlilan, ada yang tidak perlu sholat kalau sudah sampai derajat tertentu (tarikat), ada yang menghalalkan musik padahal dalam hadits Bukhari jelas-jelas Rasulullah mengharamkan alat-alat musik, ada yang memotong ayam lalu mengelilingkan darahnya pada rumah yang baru di bangun, istighosah dan doa bersama dengan kaum kafir, ikut perayaan natalan, wanita karir, dsb. Kira-kira jalan apa yang akan Ananda tempuh untuk menyampaikan prioritas kedua ini kepada kaum muslimin?”

K: “Mmmm…saya rasa hal-hal itu pun tidak mungkin bisa disampaikan melalui parlemen atau demonstrasi, karena tentunya akan memecahbelah umat dan membenci partai saya. Lagipula itu kan masalah khilafiyyah.”

S: “Mengapa khilafiyyah?”

K: “Karena sebagian besar Umat Islam Indonesia kan menganut madzhab Syafi'i,
sehingga bisa saja berbeda dengan madzhab lain.”

S: “Ananda tidak perlu menyampaikan madzhab lain. Ananda cukup meluruskan
pemahaman mereka tentang madzhab Syafi'i yang mereka anut itu. Yaitu bahwa
Imam Syafi'i mengharamkan segala jenis jimat, jampe, berdoa di kuburan- kuburan, mengunjungi masjid-masjid yang ada kuburannya. Beliau tidak mengenal tahlilan. Beliau tidak mengenal sistem tarikat. Beliau melarang berdoa atau istighosah bersama orang kafir, merayakan perayaan keagaaman mereka. Beliau mengharamkan musik, menyuruh wanita tinggal di rumah, dsb.”

K: “Mmmmm…”

S: “Baiklah. Kalau begitu, kapan dan dimana Ananda merasa lebih nyaman untuk
menyampaikan masalah-masalah itu kepada umat?”

K: “Mungkin di masjid-masjid, majelis ta'lim, madrasah, pesantren.”

S: “Justru tempat itulah yang dihinakan oleh orang-orang yang mengagungkan dakwah lewat parlemen. Seolah-oleh parlemen adalah tempat yang mulia untuk berdakwah. Mereka menghinakan orang yang dakwah dari masjid ke masjid, seolah melupakan permasalahan umat. Padahal, siapa sebenarnya yang melupakan atau pura-pura lupa akan ‘permasalahan terpenting’ umat?”

K: “Mmmmm...”

S: “Baiklah, bagaimana kalau Ananda menyampaikannya di dalam kampanye sewaktu berkunjung ke daerah-daerah?”

K: “Maksud Bapak menyampaikan masalah syirik (tauhid) dan penyimpangan ibadah dalam kampanye?”

S: “ Ya. Karena kata Ananda itu adalah prioritas pertama dan kedua.”

K: “Tentu baru beberapa menit mereka akan lari Pak.”

S: “Kalau begitu, materi apa yang akan Ananda sampaikan dalam kesempatan
kampanye itu?”

K: “Tentang program kristenisasi, tentang ketidakadilan, tentang korupsi, tentang pornografi, tentang harga-harga yang naik terus, tentang pengangguran,
dan masih banyak lagi.”

S: “Ananda sungguh sangat tidak konsisten.”

K: “Kenapa begitu Pak?”

S: “Karena tadi Ananda mengatakan bahwa prioritas dakwah yang harus disampaikan kepada umat adalah syririk (tauhid), kemudian yang kedua adalah cara beribadah yang benar.”

K: “Dalam berkampanye kan kita harus terlebih dahulu menyentil umat dengan masalah-masalah seputar mereka agar mereka setuju dengan kita lalu menyerahkan suaranya kepada kita. Sehingga nantinya kita bisa membela mereka di hadapan parlemen.”

S: “Apa yang akan Ananda bela di hadapan parlemen? Apakah Ananda akan meminta parlemen untuk mengampuni kesyirikan mereka, penyimpangan ibadah mereka?”

K: “Mengenai masalah tauhid/syirik dan penyimpangan ibadah, walaupun itu menjadi prioritas dakwah, tapi masih bisa disampaikan oleh rekan-rekan dari divisi dakwah pada kesempatan yang lain.”

S: “Sebenarnya pada poin ini Ananda sudah tidak konsisten terhadap prinsip-prinsip Ananda sendiri. Tapi baiklah, kalau seandainya itu merupakan tanggungjawab dari divisi dakwah. Akan tetapi, divisi dakwah partai manakah yang dengan lantang menyerukan pemberantasan kesyirikan dan penyimpangan ibadah? Partai Islam manakah yang berani menentang masuknya paham Syi'ah ke Indonesia? Hampir semua divisi dakwah mengatakan bahwa kita harus bertoleransi demi menjaga keutuhan umat. Apakah mereka berusaha menutup mata ketika Ahlussunnah dibantai di negara yang mayoritas Syi'ah, ulamanya dipenjara dan disiksa? Apa sikap Ananda terhadap mereka? Padahal mereka itu senantiasa menghujat para shahabat Nabi? Bagaimana kalau banyak kaum muda yang tertarik masuk Syi'ah? Sungguh Ananda tidak sedang berusaha membela agama Ananda, tidak sedang berupaya memurnikan Islam. Ananda tidak sedang menyelamatkan umat ini, apa sebenarnya yang sedang Ananda selamatkan?”

K: “Mmmm...”

S: “Baiklah, katakanlah ternyata ada divisi dakwah sebuah partai yang berani berkata seperti itu, walaupun saya belum melihatnya di Indonesia saat ini. Lalu, manakah yang lebih baik, berdakwah dengan membawa-bawa nama partai, berbaju dengan baju partai, atau berdakwah dengan tidak mengatasnamakan kelompok tertentu. Kira-kira manakah dakwah yang mudah diterima oleh masyarakat Indonesia? dan lebih dicintai Allah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar